Mengungkap Makna Sya'ban atau Ruwah dalam Tradisi Jawa Menjelang Ramadhan

Selasa 04-02-2025,14:47 WIB
Reporter : HOS
Editor : Winda

Harianokus.com - Setelah bulan Rajab, umat Islam menyambut kedatangan bulan Sya’ban, yang dikenal sebagai bulan yang penuh berkah. Bagi umat Islam, Sya'ban merupakan bulan yang sangat mulia dan dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, baik itu puasa, doa, maupun amalan kebaikan lainnya. Bulan Sya'ban ini memiliki kedudukan istimewa karena berada di antara dua bulan yang juga penuh kemuliaan, yaitu Rajab dan Ramadhan.

Sya'ban sering disebut oleh masyarakat Jawa sebagai "Ruwah". Penamaan ini memiliki alasan tersendiri yang berkaitan erat dengan tradisi dan sejarah yang ada. Meskipun kosakata “Ruwah” jauh berbeda dari penamaan bulan dalam kalender Islam, di baliknya terdapat cerita dan makna yang mendalam.

BACA JUGA:Kasus Demam Berdarah di OKU Selatan Meningkat, Warga Dihimbau Jaga Kebersihan Lingkungan

BACA JUGA:Wanita 23 Tahun di Palembang Rugi Rp50 Juta Akibat Penipuan Modus Misi Online

Seiring dengan tradisi tersebut, ada sebuah peristiwa penting yang berkaitan dengan penamaan bulan Sya’ban sebagai "Ruwah". Menurut guru terkenal, Gus Baha, yang mengutip penjelasan dari almarhum KH Maemun Zubair (Mbah Moen), nama "Ruwah" berasal dari kata “arwah” dalam bahasa Arab. Kata "arwah" ini mengacu pada roh atau jiwa, yang kemudian diserap dalam bahasa Jawa menjadi "Ruwah". Gus Baha mengungkapkan bahwa Mbah Moen sering menjelaskan hal ini saat mengajar, dan makna tersebut sangat erat kaitannya dengan tradisi yang berkembang di masyarakat Jawa.

“Ruwah” bukan hanya sekadar nama, tetapi mencerminkan kegiatan spiritual yang dilakukan pada bulan Sya’ban. Di Indonesia, khususnya Jawa, masyarakat sering mengadakan doa untuk arwah para leluhur di bulan ini, yang menjadi salah satu kebiasaan turun-temurun menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini dikenal dengan sebutan "ruwahan", yang merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa. Gus Baha menjelaskan bahwa kebiasaan ini muncul karena pengaruh tradisi yang berasal dari Yaman, di mana pada bulan Sya'ban, penduduk Yaman memiliki tradisi mengadakan haul Nabi Hud. Para ulama Jawa kemudian menyesuaikan tradisi tersebut dengan mengirimkan doa bagi arwah para leluhur, yang kemudian dikenal dengan istilah "ruwahan".

BACA JUGA:Puluhan Gajah Liar Ganggu Pengendara di Hutan Lindung Musi Rawas

BACA JUGA:Polsek Simpang Berhasil Ringkus 2 Pelaku Pembobolan Warung Lesehan di Karang Agung

Bulan Sya'ban atau Ruwah memiliki makna yang dalam bagi banyak masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah tradisi mengirim doa untuk arwah para leluhur. Menjelang Ramadhan, banyak keluarga yang berbondong-bondong melakukan ziarah kubur, mengadakan tahlil, dan memberikan sedekah atau tahmid untuk mendoakan orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal. Hal ini adalah cara untuk menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada mereka yang telah mendahului, serta berharap agar amal ibadah mereka diterima oleh Allah SWT.

Di berbagai daerah di Indonesia, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan tradisi ini, seperti arwahan, nyekar (di Jawa Tengah), kosar (di Jawa Timur), hingga munggahan (di Tatar Sunda). Walaupun ada perbedaan istilah, makna dan tujuan dari kegiatan ini tetap sama, yaitu mendoakan arwah para leluhur agar mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah.

BACA JUGA:Diduga Palsukan SK, Oknum Kades Sukaraja Dilaporkan ke Polda Sumsel

BACA JUGA:Tower Jembatan Ampera Resmi Dibuka: Terobosan Baru Pariwisata Palembang

Bagi banyak orang, khususnya di Jawa, tradisi ini sudah menjadi bagian dari budaya yang sangat dijunjung tinggi. Masyarakat merasa ada yang kurang jika tradisi ini dilewatkan, terutama menjelang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Oleh karena itu, bulan Sya'ban atau Ruwah menjadi bulan yang sangat dinantikan, karena selain sebagai persiapan menyambut Ramadhan, juga sebagai waktu untuk mendoakan arwah yang telah mendahului.

Dengan demikian, bulan Sya'ban atau Ruwah memiliki kedalaman makna yang tidak hanya terbatas pada ibadah individual, tetapi juga mengandung nilai sosial dan budaya yang mempererat tali persaudaraan, serta memberikan penghormatan terhadap para leluhur. Tradisi ini tetap hidup dan berkembang, menjadi warisan yang terus dijaga oleh generasi demi generasi.

 

Kategori :