Ritme Putin

Ritme Putin

VLADIMIR Putih berubah strategi. Kini Presiden Rusia itu tidak tampak terlalu emosi lagi. "Kita tidak kesusu harus segera mengakhiri perang," kata Putin Rabu lalu.

Hari itu ia berbicara di depan wartawan di Turkmenistan, salah satu negara pecahan Uni Soviet.

 

Para mantan Soviet itu memang rutin melakukan pertemuan tingkat tinggi. Terutama para mantan yang masih pro-Rusia.

Harian New York Times menggambarkan ''suasana kebatinan'' baru Putin itu dengan sangat baik. Putin digambarkan tidak lagi mudah emosi. Tidak seperti di awal perang. Kini ia lebih santai, tenang dan percaya diri. "Kita tidak tertarik lagi berbicara soal batas waktu," katanya

 

Berarti perang ini akan menjadi perang yang santai. Putin tidak risau sama sekali mengenai jalannya perang yang pelan-pelan. Itu sudah sesuai dengan ritme yang ia inginkan.

Dengan santainya Putin menyampaikan rasa puasnya atas perkembangan di medan perang. "Pekerjaan kita berjalan lancar, mulus dengan irama yang teratur," ujar Putin.

Bayangkan, jalannya perang digambarkan seperti itu. Alangkah pe-de nya Putin.

Kalau benar bahwa perang di Ukraina masih akan berlangsung lama maka pertempuran di luar perang bisa lebih seru. Lambatnya jalannya perang itu akan jadi beban yang sangat berat bagi Ukraina. Juga bagi negara seperti Sri Lanka. Pun bagi India. Dan negara berkembang lainnya.

 

Menurut NYT, biaya perang itu, di sisi Ukraina mencapai USD 5 miliar per bulan. Padahal negeri itu tidak punya lagi pendapatan. Ekspornya berhenti. Ekonominya hancur. Ukraina harus bersandar sepenuhnya pada bantuan Amerika dan Eropa. Juga sedikit dari Jepang dan Australia.

 

Bantuan itu lama-lama bisa susut. Yang membantu pun bisa lelah. Menlu Swedia Ann Linde mulai mengingatkan: lama-lama dukungan dari rakyat di negara kita masing-masing menurun. Itu akan merembet ke soal politik. Apalagi kalau inflasi terus tinggi dan harga-harga mengalami kenaikan.

Sumber: