Tidak Kapok

Tidak Kapok

SEPAKAT anti korupsi (dari kiri) Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parwansa, Ketua KPK Firli Bahuri, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak----

 

Sahat Simanjuntak itu misalnya, ia sudah tahu: berapa puluh miliar nilai proyek usulannya yang sudah masuk APBD. Ia bisa dapat uang dari situ. Untuk modal ikut Pemilu yang keempat kalinya 2024 nanti.

 

Uang tahun 2023 itulah yang diincar, agar bisa didapat lebih awal. Maka dicarilah siapa yang bisa membayar lebih dulu: 20 persen dari nilai proyek.

 

Sahat sendiri sebenarnya dipilih oleh rakyat Ngawi-Magetan-Ponorogo, Pacitan-Trenggalek. Tapi karena ia wakil ketua, wilayah proyeknya lebih luas dari dapilnya. Maka jangan heran kalau proyek wakil rakyat Ngawi ini ada di Sampang, Madura. Proyek di Sampang inilah yang membuat Sahat ditangkap.

 

Fathorrasjid dulu sebenarnya lebih halus. Ia dapat uang Jasmas dari selisih harga barang. Tidak sampai ijon seperti Sahat. Hebatnya, Fathorrasjid tidak "menggigit" pimpinan atau anggota DPRD yang lain. Semua ia akui sendiri. Anggota yang lain pun selamat. Atau mereka bisa cari selamat dengan cara masing-masing. Atau dengan cara terkoordinasi.

 

Fathorrasjid menjalani hukuman 4 tahun penjara. Begitu keluar penjara ia bisa bebas selama-lamanya: ia meninggal dunia.

 

Meski bisa menyelamatkan semua anggota DPRD Jatim, Fathorrasjid tidak bisa menyelamatkan dua orang dokter: dokter Bagoes Soetjipto dan dokter I Komang Ivan Bernawan. Nama dua dokter terlibat karena ada di proposal proyek.

 

Dokter Bagoes ketakutan. Ia lari ke Malaysia. Di sana bersembunyi. Lama-lama buka praktik. Ketahuan. Ditangkap. Dibawa pulang ke Indonesia. Ia langsung dimasukkan penjara di Porong. Ia dihukum 28 tahun tanpa bisa membela. Hukuman itu dijatuhkan in absentia: saat ia dalam pelarian.

 

Sumber: