Tidak Kapok

Tidak Kapok

SEPAKAT anti korupsi (dari kiri) Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parwansa, Ketua KPK Firli Bahuri, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak----

Dokter Bagoes bebas lebih cepat dari hukumannya. Ahli penyakit dalam itu meninggal di penjara. Yakni menjelang wabah Covid-19 lalu.

 

Tinggal dokter Komang yang masih harus lebih sabar menjalani sisa hukuman Jasmasnya.

 

Jangan-jangan tinggal di Jatim proyek model Jasmas ini masih eksis. Di kota Surabaya sendiri sudah dihapus. Sejak terjadi kasus Jasmas APBD 2016 lalu (terbongkar 2018), jenis anggaran itu dihilangkan. Wali kota (waktu itu) Bu Risma menghentikan Jasmas. Proses jaring aspirasi diganti dengan Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan). RT/RW mengusulkan proyek ke lurah. Lurah ke Camat. Camat ke wali kota.

 

Apakah Jasmas di provinsi Jatim juga akan dihapus? Lalu dari mana anggota DPRD Jatim dapat uang?

 

Selama ini penghasilan anggota DPRD Jatim sekitar Rp 100 juta/bulan/orang. Kalau unsur pimpinan masih ada tambahannya lagi. Pimpinan apa pun: pimpinan fraksi, komisi, panitia anggaran, pun sampai pimpinan dewan.

 

Gaji Rp 100 juta itu dianggap tidak cukup. Mereka harus memberi uang ke pemilih. Belum lagi uang saksi di TPS-TPS nanti.

 

Sahabat Disway yang baru saja bebas dari penjara mengusulkan agar Jasmas dihapus. Itu tidak sehat. Betapa besar anggaran yang menguap. "Katakanlah yang masuk jadi uang komisi anggota DPRD 30 persen dari nilai proyek. Yang 70 persennya pun belum tentu proyeknya ada," ujarnya.

 

Kalau Jasmas dihapus dari mana dapat tambahan uang?

Sumber: