YLBH Dorong MK Buat Keputusan Berani

YLBH Dorong MK Buat Keputusan Berani

Foto – Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).--

JAKARTA, HARIANOKUS.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mendorong Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk membuat putusan yang berani sebagai terobosan.

Menurut Isnur, putusan yang tegas ini sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurun selama era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Isnur menilai bahwa Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut telah melanggar konstitusi dengan mendorong putranya, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres).

Karena putusan MK sebelumnya, Gibran yang baru berusia 36 tahun memenuhi syarat minimal untuk menjadi kontestan pemilihan presiden.

"Jadi, ini adalah kesalahan bukan hanya MK, tetapi juga Presiden Joko Widodo yang telah banyak dilaporkan mendorong anaknya," ujar Isnur di Jakarta pada Jumat, 3 November 2023.

Oleh karena itu, Isnur mendorong MKMK dalam putusannya atas dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi agar bisa memulihkan kepercayaan MK.

"Kekecewaan publik harus dipulihkan karena putusan sebelumnya lahir dari kecacatan dalam putusannya. Maka, MK harus merevisi kembali putusan tersebut," kata Isnur.

MK telah menjadi sorotan karena mengabulkan uji materi terkait syarat minimal calon presiden/cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Ketentuan tersebut mengharuskan calon presiden/cawapres berusia sekurang-kurangnya 40 tahun.

Namun, MK melalui putusan bernomor 90/PUU-XXI/2023 memutuskan bahwa calon presiden/cawapres tidak harus berusia di atas 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah hasil pemilihan.

Selain Isnur, seorang dosen dari Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Bali, Jimmy Z. Usfunan, juga mengharapkan agar MKMK menghasilkan putusan yang objektif.

"Kita berharap MKMK menghasilkan putusan etik yang objektif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan," kata Jimmy.

Menurutnya, putusan MK dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 mengandung cacat dalam prosedur maupun substansi.

Jimmy menekankan adanya cacat dalam prosedur karena pemohon sebelumnya mencabut permohonannya atas uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu, dan permohonan itu juga tidak ditandatangani oleh para pemohonnya.

Selain itu, Jimmy juga mencatat adanya konflik kepentingan antara Ketua MK, Anwar Usman, dan objek permohonan tersebut, yaitu Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan Anwar Usman.

Pasal 17 ayat (5), (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa seorang hakim yang memiliki kepentingan dalam perkara yang diperiksa seharusnya harus mundur.

Jimmy berpendapat bahwa putusan MK tersebut mungkin bisa dianggap tidak sah, dan perkara ini bisa diperiksa kembali.

"Dengan dasar ini, kepercayaan publik terhadap MKMK sangat tergantung pada putusan etik yang akan dihasilkannya," tambahnya. Lebih lanjut, Jimmy menyatakan bahwa putusan MKMK yang objektif akan mengembalikan martabat dan citra MK di mata publik. (*)

Sumber: