Meskipun sulit untuk memastikan keberadaan pasukan tersebut sebelumnya, Kamaruddin menganggap bahwa hal ini memang sudah lama didengar oleh banyak pihak.
Kamaruddin mengatakan bahwa putusan MA ini memperlihatkan bahwa masyarakat biasa dapat mengalami nasib yang kurang beruntung dalam proses hukum.
“Meskipun berbagai media telah memberitakan kasus ini, Mahkamah Agung tampaknya mengabaikan hal tersebut,” ucapnya.
Kamaruddin juga mempertanyakan validitas putusan kasasi MA yang mengubah hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.
“Ini merupakan pertanyaan yang perlu dijawab. Jaksa penuntut umum harus mengambil langkah ekstra dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini,” terangnya.
Terkait dengan Putri Candrawathi, Kamaruddin mengaku tidak puas dengan potongan hukuman 50 persen yang diberikan oleh MA. Menurutnya, Putri Candrawathi merupakan akar masalah dalam kasus ini.
“Putri Candrawathi awalnya melaporkan diperkosa di Magelang, namun kemudian berhubungan langsung dengan Brigadir Josua selama 15 hingga 30 menit. Setelah kejadian tersebut, Putri mengadukan perilaku Brigadir Josua kepada Ferdy Sambo,” jelasnya.
Kamaruddin menjelaskan bahwa Putri Candrawathi juga terlibat dalam perencanaan pembunuhan. Ia merencanakan dan mengkoordinasikan langkah-langkah seperti menyiapkan anggaran untuk para terlibat dalam kasus ini. Anggaran tersebut berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.