Palembang Tetap Catat Jumlah Penduduk Miskin Tertinggi di Sumsel Tahun 2024

Minggu 19-01-2025,08:14 WIB
Reporter : Winda
Editor : Winda

Harianokuselatan.com - Kota Palembang masih menduduki peringkat pertama dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2024. Data ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, yang juga mencatat Kabupaten Banyuasin berada di peringkat kedua.

Kepala BPS Sumsel, M Wahyu Yulianto, menjelaskan bahwa angka kemiskinan di Sumsel mencapai 948,84 ribu orang atau 10,51 persen dari total penduduk, menempatkan provinsi ini di peringkat ke-22 secara nasional. Namun, ada kabar baik: angka kemiskinan tersebut telah menurun lebih dari 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang setara dengan pengurangan lebih dari 100 ribu orang.

BACA JUGA:KPK Sita Enam Apartemen Milik Dirut Nonaktif PT Taspen dalam Kasus Korupsi Investasi Fiktif

BACA JUGA:Masyarakat Desa Tekana Keluhkan Jalan Rusak Menuju Perkebunan

“Secara persentase, Kabupaten Muratara mencatat tingkat kemiskinan tertinggi. Namun, jika dilihat dari jumlah absolut, Palembang dan Banyuasin mencatatkan angka penduduk miskin terbanyak,” ungkap Wahyu pada Sabtu, 18 Januari 2025.

Meski penurunan angka kemiskinan merupakan langkah positif, Wahyu menekankan pentingnya melihat data absolut untuk menentukan prioritas penanganan. Ia menyoroti bahwa berkurangnya daya beli masyarakat dapat memperlambat pengurangan angka kemiskinan.

“Pemerintah telah berupaya meningkatkan daya beli masyarakat melalui program konsumsi dan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi,” jelasnya.

BACA JUGA:Muaradua: Legenda dan Sejarah yang Membentuk Identitas Kota di OKU Selatan

BACA JUGA:Sunat Gratis di Polrestabes Palembang Membantu Bocah Jalur Sumsel yang Ditolak di Tempat Lain

Data menunjukkan bahwa rata-rata rumah tangga miskin di Sumsel memiliki 5,04 anggota, dengan garis kemiskinan berada di angka Rp2.844.888 per rumah tangga per September 2024.

Namun, pola konsumsi masyarakat miskin dinilai kurang efisien. Sebanyak 20 persen pengeluaran rumah tangga miskin digunakan untuk membeli rokok, melebihi kebutuhan pokok seperti beras dan susu.

“Pengeluaran yang tidak efisien menjadi salah satu penyebab lambannya pengurangan angka kemiskinan. Banyak masyarakat miskin lebih memilih rokok daripada memenuhi kebutuhan dasar,” tambah Wahyu.

BACA JUGA:Fenomena Burung Pipit di Musim Hujan OKU Selatan

BACA JUGA:Rektrumen Anggota Baru Kepolisian Bakal Lebih Ketat, Ini Hasil Rapat Penerimaan TA 2025

Wahyu mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, terutama untuk kebutuhan konsumsi. Selain itu, pemerintah terus berupaya menekan angka kemiskinan melalui efisiensi konsumsi, peningkatan harga pangan yang terjangkau, dan program pemberdayaan masyarakat miskin.

Kategori :