Jurnalis Indonesia Kunjungi Tigray, Soroti Kemiskinan dan Sejarah Ethiopia

Senin 24-02-2025,18:30 WIB
Reporter : Desti
Editor : Desti

Addis Ababa, Ethiopia – Seorang jurnalis Indonesia melakukan perjalanan ke Makelle, ibu kota Region Tigray, Ethiopia, untuk melihat langsung kondisi wilayah yang masih menghadapi dampak perang dan kelaparan. Dalam perjalanannya, ia menyoroti berbagai aspek sosial, sejarah, serta dinamika politik yang memengaruhi kawasan tersebut.

Awalnya, sang jurnalis berencana menempuh perjalanan darat selama 12 jam dari Addis Ababa ke Makelle untuk lebih mengenal berbagai wilayah Ethiopia. Namun, atas saran Duta Besar Indonesia di Ethiopia, Dr. Al Busyra Basnur, ia akhirnya memilih menggunakan pesawat Ethiopian Airlines demi keamanan dan efisiensi waktu.

Sesampainya di Makelle, ia segera mendapati kondisi bandara yang tampak usang, mencerminkan kemiskinan yang masih melanda wilayah Tigray. “Bandaranya seperti peninggalan zaman penjajahan,” ungkapnya. Ethiopia sendiri memang dikenal sebagai salah satu negara di Afrika yang tidak pernah dijajah, namun beberapa wilayah yang dahulu menjadi bagian Ethiopia, seperti Eritrea, Somalia, dan Djibouti, sempat mengalami penjajahan sebelum akhirnya merdeka dan memiliki akses ke laut.

Wilayah Tigray berbatasan langsung dengan Eritrea, negara kecil namun strategis. Kedekatan etnis dan bahasa antara penduduk Eritrea dan Tigray menjadi sisi positif, tetapi kondisi ekonomi Eritrea yang lebih buruk dari Tigray menjadi tantangan tersendiri bagi kawasan ini.

Jurnalis tersebut juga menyoroti peran Ethiopia dalam mengungkap kelemahan sistem komputer Boeing 737 MAX, yang terkait dengan kecelakaan Ethiopian Airlines dan Lion Air. Dalam perjalanannya menuju Makelle, ia terbang dengan pesawat jenis Boeing 738 MAX dan mengenang perjuangan hukum yang dilakukan korban kecelakaan pesawat serupa di Indonesia.

Selain menyoroti kondisi sosial dan ekonomi Tigray, sang jurnalis juga menyinggung sejarah Ethiopia sebagai Abessinia—negara Kristen yang pernah menjadi tempat hijrah pertama umat Islam di era Nabi Muhammad. Kota Negash, yang menjadi tujuan akhirnya di Tigray, disebut-sebut masih menyimpan jejak sejarah dari peristiwa tersebut. Untuk mencapainya, ia harus menempuh perjalanan darat selama dua jam ke arah utara dari Makelle, menuju wilayah yang lebih miskin dan tidak stabil secara keamanan.

Kunjungan ini semakin menegaskan bahwa Tigray masih menghadapi tantangan besar dalam pembangunan dan stabilitas. Dengan perhatian dunia yang terus tertuju pada wilayah ini, diharapkan ada upaya lebih lanjut untuk mendukung pemulihan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Kategori :