Dengan menggunakan pemindaian seismik, Andrew Gase menciptakan gambar 3D dari dataran tinggi vulkanik kuno di mana sedimen tebal dan lapisan batuan mengelilingi gunung berapi yang terkubur.
Kolaborator di UTIG melakukan eksperimen laboratorium pada sampel inti bor dari batuan vulkanik dan menemukan bahwa hampir setengah volumenya adalah air.
Gase menjelaskan, Kerak samudra normal, setelah berusia sekitar tujuh atau 10 juta tahun, seharusnya mengandung lebih sedikit air.
Namun, dalam kasus ini, meskipun usia kerak samudra dalam pemindaian seismik sepuluh kali lipat lebih tua, kandungan airnya jauh lebih tinggi.
Para peneliti berspekulasi bahwa laut dangkal tempat terjadinya letusan gunung berapi mengikis beberapa gunung berapi, mengubahnya menjadi batuan berpori yang menyimpan air seperti akuifer saat terkubur.
BACA JUGA:Pemuda di OKU Ditangkap Memeras Pacar dan Ancam Menyebar Foto Telanjang
Seiring berjalannya waktu, batuan dan pecahan-pecahan batu tersebut berubah menjadi tanah liat, yang menjaga lebih banyak air.
Temuan ini penting karena mengindikasikan bahwa tekanan air bawah tanah mungkin menjadi faktor kunci dalam melepaskan tekanan tektonik melalui peristiwa pergeseran perlahan yang sering terjadi di beberapa patahan gempa bumi.
Sebaliknya, patahan Selandia Baru, yang memiliki sedikit sedimen lautan, mungkin lebih bergantung pada air yang dibawa oleh gunung berapi dan batuan purba.
Direktur UTIG Demian Saffer, salah satu penulis studi tersebut, menyatakan bahwa temuan ini mungkin berlaku juga untuk patahan gempa bumi lain di seluruh dunia, membantu kita memahami lebih baik korelasi antara cairan dan pergerakan lempeng tektonik serta perilaku gempa bumi secara keseluruhan. (*)