Alokasi Tepat Sasaran dan Stabilitas Keuangan Negara: Alasan di Balik Pembatasan Pembelian Pertalite

Alokasi Tepat Sasaran dan Stabilitas Keuangan Negara: Alasan di Balik Pembatasan Pembelian Pertalite

Pengisian BBM Pertalite-FOTO: DOK HOS-

HARIANOKUS.COMPembatasan pembelian Pertalite kembali menjadi sorotan di dunia maya setelah terungkapnya alasan di balik kebijakan tersebut.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan alokasi bahan bakar minyak (BBM) yang tepat sasaran, tetapi juga untuk menjaga keuangan negara.

Aturan pembatasan ini berasal dari perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 terkait Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Menurut Arifin, pembatasan tersebut diperlukan agar subsidi yang diberikan pemerintah tidak dinikmati oleh mereka yang sebenarnya mampu membeli BBM non-subsidi.

BACA JUGA:Pusing Karena Isi BBM terus, Ada 10 Tips Sederhana Agar Motor Kamu Hemat Bensin

"Dengan memastikan alokasi BBM tepat sasaran, kita dapat menghindari kerugian bagi pemerintah. Subsidi BBM yang diberikan sangat besar, dan pembatasan ini salah satu upaya untuk mengurangi beban keuangan negara," ungkap Arifin dalam wawancara.

Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa konsumsi BBM dengan Research Octane Number (RON) 90 mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada tahun 2023, konsumsinya mencapai 30 juta kiloliter, naik dari 23 juta kiloliter pada 2021-2022.

Hal ini mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam mengatur distribusi dan pembelian BBM.

BACA JUGA:Bahaya Motor Injeksi Sering Kehabisan BBM, Ini Akibatnya dan Cara Mengatasinya

Selain untuk memastikan alokasi yang tepat sasaran, pembatasan pembelian Pertalite juga bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan negara.

Subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah mencapai angka yang cukup besar, dengan penurunan dari Rp 502,4 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 339,6 triliun pada tahun 2023, dan kini mencapai Rp 113,3 triliun pada tahun 2024.

Selama tahun 2023, realisasi subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 95,6 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 115,6 triliun.

Hal ini menunjukkan upaya pemerintah dalam mengontrol pengeluaran subsidi agar lebih efisien.

Sumber: